Pages

Selasa, 12 April 2011

Manusia Kutu (Buku)







Judul:Bukuku

Penulis: Ajip Rosidi, Budi Darma, Rosihan Anwar, Remy Sylado, Azyumardi Azra, dan Ariel Heryanto,dkk.

Penerbit: Gramedia Pustaka utama

Cetakan 2004, 437 Halaman


Buku adalah jendela dunia. Orang dahulu memang bukan sembarangan dalam membuat pribahasa atau petuah. Begitulah buku. Kalau sebuah dunia memiliki jendela untuk digunakan mengintip maka jelasah itu buku. Tiada yang lain. Hanya dengan membaca sekian ratus halaman, sekian juta kata, kita sudah sanggup berkeliling ke berbagai macam dunia baru yang kita buta. Yang mungkin hingga akhir hayat kita tak akan sanggup menggapainya.

Kalau dibandingkan dengan para penulis di buku ini. Sepertinya buku saya tidak ada apa-apanya. Tapi umur kami juga terpaut jauh. Saya percaya suatu saat saya akan mengalami masa seperti Ajip Rosidi alami. Seperi yang saya kutip di bawah ini.

“Jumlah buku yang saya bawa dari Jepang ada kurang lebih 15.000 judul sedang buku-buku yang sudah di simpan di Jakarta-termasuk buku-buku koleksi sebelum berangkat ke Jepang- kurang lebih ada beberapa buku judul, mungkin mendekati 10.000 judul…”

Bahkan ketika Ajip Rosidi pulang dari Jepang dan menetap ke Indonesia-Pabelan, magelang- Ajip Rosidi mendahulukan pembangunan rumah untuk menampung bukunya ketimbang rumah singgah untuknya. Seperti pada penuturannya berikut.

“…Saya suruh pembuatan bangunan untuk menyimpan buku – buku didahulukan, agar kalau buku-buku itu tiba, bangunan untuk menyimpannya sudah selesai…”

Tidak semua buku yang saya beli saya baca. Tapi membeli buku itu seperti mebeli asset. Bukan sekarang mungkin kita butuh tapi suatu saat kita akan membutuhkannya. Kata seorang teman saya,”Biarkan baju saya itu-itu saja, tapi setidaknya buku yang saya tenteng selau berganti-ganti.”

Buku ini menarik karena bertutur tentang bagaiaman hubungan “kemesraan” para penulis dengan buku. Penulis dalam buku ini -kebanyakan berasal dari kaum akedemisi- memang sudah tentu tidak akan jauh hidupnya dipengaruhi buku.

Pembahasan buku ini yang sedikit melebar ke masalah selain buku membuat saya tidak membaca keseluruhan isi buku. Entah mengenai Politik, Sosial dan Budaya. Itu alasan kenapa saya hanya membaca beberapa nama yang saya kenal saja. Antara lain Ajip Rosidi, Budi Darma, Rosihan Anwar, Remy Sylado, Azyumardi Azra, dan Ariel Heryanto.

Ketika saya menengok realitas sekitar saya –kaum mahasiswa-, rasanya saya harus mengulum kecewa. Bagi saya betapa rendahnya minat baca teman-teman saya memang sedikit keterlaluan. Ketika saya sodorkan beberapa judul- yang sangat amat terkenal!- mereka hanya sanggup geleng kepala. Apa yang salah? Apakah harus selalu mengeluh dengan koleksi perpustakaan yang serba minim, berdebu, dan berbau? Atau waktu luang yang tidak sebanding dengan kesibukkan? Saya kira itu semua hanya alasan untuk menutupi kemalasan untuk memegang buku. Terbukti sekumpulan penulis-orang hebat- mampu membuktikkan bahwa kesibukkan tak menghalangi mereka membaca. Ketika menunggu mereka membaca, ketika bersantai mereka membaca, ketika bertamasya mereka membaca. Ada sekian waktu sisa yang jika diakumulasikan akan menjadi jumlah waktu yang fantastis.

Saya akan mengutipkan salah satu Informasi yang dituliskan Jakob Oetama dalam Prakata buku tentang betapa tertinggalnya minat masayarakat Indonesia dibanding negara lain.
“…buku terjemahan Harry Potter jilid pertema di cetak 15.000 eksemplar. Cetak ulang kedua dalam waktu satu bulan 15.000 eksemplar…”

Sungguh fantastiskan?

Tapi coba baca kutipan selanjutan!

“…Di Thailand, cetakan pertama Harry Potter 100.000 eksemplar padahal, seperti Di Indonesia, di sana buku biasa dicetak 5.000 setiap judul.Di Taiwan, setelah cetak ulang berkali-kali-Cetakan perama 22.000 eksemplar- Harry Potter dicetak 300.000 eksemplar.Ia bandingkan kemudian dengan Australia. Di sana buku Harry Potter jilid 1, 2, dan 3 menduduki rangkin buku terlaris bacaan anak, sementara jilid keempat dicetak 200.000 eksemplar.”

Lalu kesimpulanannya, kemana jumlah penduduk kita yang kurang lebih menyentuh angka 230 Juta? Setidaknya harusnya tidak sejauh itu penyelewangan antara jumlah penduduk dengan angka di atas. Setidaknya kita tidak setertinggal itu dengan negara lain. Bahkan untuk negara sesama Asia Tenggara,Thailand.

Kita harus merenungi kata-kata Mark Twain,” Ada banyak buku. Tapi kita hanya punya sedikit waktu.”

Buku ini sangat perlu dibaca oleh genarasi Indonesia. Bahwa orang hebat tak akan pernah sanggup menjadi hebat tanpa peranan buku. Ayo baca buku ini!


Koleksi Buku Pribadiku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar