Novel yang wajib selesai di tahun depan:
1.Akai-(Delapan Rasi Bintang Berjajar Membangkitkan Kegelapan)
2.Weird
3.Jantan
4.Vulkano-(20 Cerita Elemen Alam)
5.Brahmanavilla
6.Kenasel
Novel yang wajib selesai di tahun depan:
1.Akai-(Delapan Rasi Bintang Berjajar Membangkitkan Kegelapan)
2.Weird
3.Jantan
4.Vulkano-(20 Cerita Elemen Alam)
5.Brahmanavilla
6.Kenasel
Minggu-minggu ini saya membolak-balikkan perasaan. Kegiatan yang baru tengah saya geluti. Memang butuh sedikit pembiasaan. Namun seru saja melakukan hal tersebut.
Penulis yang baik adalah penulis yang melibatkan emosi dalam tulisannya.
Pembaca yang baik adalah pembaca yang menautkan emosi ketika membaca lembar demi lembar bacaannya.
Penonton yang baik adalah penonton yang mampu merasakan emosi yang terkandung dalam apa yang sedang ditontonnya.
Nah, minggu ini. Saya merasa menjadi pembaca yang baik. Sekaligus kacau. Saya telah memasukkan emosi ke dalam semua yang saya lakukan. Tapi saya membolak-balikkan emosi itu. Singkatnya, dalam satu minggu saya membaca gadis jeruk yang cenderung fantasi cinta. Selesai membaca itu, saya beralih ke kumpulan cerpen Bukavu yang ceritanya lebih berat. Tentang perjuangan dan kehilangan.
Pada minggu yang sama pula. Saya menonton anime Full Metal Alcehemist yang ceritanya yang ringan dan konyol. Beralih ke dorama Hikari no Hotaru, memang sama konyolnya tapi ini romantika dewasa.
Emosi saya dibalik dengan mudah. membanting perasaan bahagia menjadi sendu. Atau sebaliknya. Tapi menarik. Setidaknya kehidupan saya menjadi lebih dinamis.
NB: Saya tidak sepakat kalau semua hal yang berkaitan dengan perasaaan dikaitkan dengan permpuan. Kalau itu baru namanya gender!
Hal yang paling saya sukai adalah membaca biografi penulis dibelakang sebuah buku terlebih dahulu sebelum membaca sebuah buku. Kalau biografi penulisnya memesona maka akan mensugesti saya untuk semakin tertarik membaca buku itu. Nah, waktu membaca biografinya Pipiet Senja. Saya tersontak kagum. Deretan judul buku tertulis. Dari tahun ke tahun, dari judul ke judul, dari genre ke genre. Jumlahnya fantastis. Berjubel. Salut.
Sudah bukan menjadi berita baru kalau Pipiet Senja menderita penyakit leukemia. Penyakit yang menuntutnya untuk melakukan pencucian darah. Biayanya jelas tak murah. Saya membayangkan kondisi Pipiet Senja pasti tidak sesehat orang pada umumnya. Begitulah, menurutku setiap orang mempuanyai faktor pembatas masing-masing. Orang yang hebat tentunya adalah orang yang mampu melalui faktor pembatas yang ada di dirinya. Dan Pipiet Senja melampauinya. Saya pokoknya pengen menjadi seproduktif Pipit Senjalah. Sekalipun karya Pipiet Senja booming-booming,enggak-enggak ( maksudnya ada yang booming, ada yang enggak).
Satu yang mengganjal pikiran saya lagi. Kenapa penulis produktif itu adalah para wanita ya? Sebut saja nama-nama ini: Sinta Yudisia, Afiffah Afra, Clara NG, Asma Nadia, Helvi Tiana Rossa, dst. Fakta itu tak akan menyimpulkan bahwa menulis adalah sesuatu yang berhubungan dengan wanita. Layaknya kegiatan memasak atau menjahit.
Yah, lalu muncul pemikiran saya lagi, kalau ukurannya jumlah maka mungkin wanita akan bisa menungguli pria. Itu karena wanita punya anugerah berupa daya tekun yang tinggi. Wanita bisa berlama-lama dengan apa yang sedang dilakukannya. Beberapa wanita juga lebih memiliki waktu yang lebih tanpa tuntutan dibandingkan dengan pria.
Tapi secara kualitas, bolehlah para pria berbangga. Nobel atau penghargaan dibidang kepenulisan masih banyak diraih oleh para pria. Sangat gender sekali arah pemikiran saya. Sebenarnya saya tak bermaksud begitu. Ini hanya masalah anugerah yang berbeda saja.
Kembali ke saya. Saatnya saya menyusul. Memasukkan nama saya dibagian bawah sampul novel. Di bawah judul yang tercetak besar. Mendapatkan endosrmen dari orang yang lebih hebat. Menuliskan biografi di halaman akhir buku. Menuliskan untaian kalimat terimakasih dibagian awal. Mengajak pembaca measuk ke dalam isi cerita. Dan membagikan pengalaman dibalik proses kreatif yang saya alami. Hora!
Serentetan peristiwa rentang 2010,
Punya buku, tapi hanya diterbitkan independent. Sudah gitu saya cuma menyumbang satu tulisan saja di buku itu. Sekalipun saya juga bertindak sebagai editor. Belum cukup bagi saya untuk disebut sebagai penulis. Buku itu belum bisa saya klaim sebagai karya pribadi.
Telah lahir satu novel saya. Belum terbit. Belum dicoba dikirim. Niat mengirimkannya masih tipis juga. Masih terlalu takut. Saya pikir novel saya ini belum bisa dikategorikan novel bagus (saya tak tega menyebutnya masih jelek!). Saya harus melakukan perombakan menyeluruh terhadap novel ini. Bersabar. Tapi novel ini membawa kebahagaian tersendiri bagi saya. Saya setidaknya merasa sedikit hebat karena menyelesaikan sebuah novel hanya dalam waktu kurang lebih 20 jam. Dengan mengesampingkan kualitasnya (Syarat mutlak!).
Ikut berbagai macam lomba cerpen. Hasilnya sudah tertebak. Kenihilan atas kemenangan. Herannya saya pernah sekali menjadi juri untuk lomba cerpen yang diadakan UM (Universitas Negeri Malang). Semoga saja mereka tidak kecewa. Terlebih lagi mereka sadar sesadarnya memilih saya.
Mengirimkan ke media massa. Sekali dan langsung gagal. Selamat!
Maka saya selalu malu untuk mengisi training kepenulisannya CWC (Creative Writing Center)-FLP. Saya seperti memotivasi seseorang untuk melukan apa yang belum bisa saya raih. Dengan kesadaran penuh, saya harusnya mengawali untuk memotivasi diri saya untuk bersemangat menulis terlebih dahulu. Sebelum beralih ke orang lain.
Tak apalah. Mungkin belum saatnya saja. Sukses juga butuh waktu yang tepat.
Kutitipkan rinduku pada angin
Terbawa tiupan tak kasat mata
Buram mengayun gerakan
Tak jelas mau kemana
Tersesat tanpa mengenal arah
Buyar begitu saja!!!
Kutitipkan rinduku pada air
Mengalir jelas dari tinggi ke rendah
Sehilir terombang-ambing kerikil
Kandas di tepi karang tak tercegah
Kutitipkan rinduku pada api
Membara di dingin anugerah malam
Membakar kejam
Hanya tersisa arang
Habis terpanggang