Pages

Rabu, 02 Desember 2009

PENJUAL RONDE


Pagi berganti siang. Siang berganti sore. Sore berganti malam. Malam berganti pagi lagi. Pada porosnya bumi itu berputar. Tunduk, ikhlas dan patuh dengan perintah Alloh. Seperti itu pula hidupku sebagai manusia sudah diatur dengan sedemekian rupa. Adil. Dan tak ada hak bagiku untuk berontak.
Aku Yahmin. Atau orang sering menyebutkan Pak Min Ronde. Itu semua karena sehari-hari aku berjualan ronde. Yah setiap hari. Tak ada hari minggu bagiku. Mungkin aku libur hanya saat lebaran idul fitri saja. Itupun mungkin hanya 3 sampai 4 hari. Kalau hal itu tak kulakukan akan kukemanakan nasib istri dan 5 anakku. Mereka semua begitu bergantung dari hasilku menjual rondeku.
***
Kalau malam hari orang mengahabiskan malamnya untuk istirahat. Maka aku kebalikan dari itu. Kuhabiskan waktu malamku untuk bekerja. Kalau orang pada umumnya mengahabiskan siangnya untuk bekerja. Maka itu tidak berlaku untukku. Bagaimana tidak. Ronde hanya akan terasa nikmatnya ketika disedu malam hari sebagai penghangat tubuh.
Hari ini seperti hari biasanya yang kulalui. Bangun ketika adzan shubuh mulai berkumandang. Walau sebelumnya aku pulang jam 02.00 WIB. Selelah apapun, sengantuk apapun dan semalas apapun aku. Bagiku sanggup menjalankan sholat shubuh adalah nikmat. Dingin yang merasuk hingga tulang. Rasa kantuk yang mebuat mata terasa pedas. Semua terasa seperti tantangan.
Setelah sholat selesai aku tak langsung mengiyakan nafsuku untuk tidur pulas. Aku sempatkan untuk mengajari ketiga anakku untuk mengaji. 2 sudah menginjak bangku SD dan yang satu adalah anak ragilku. Sedang kedua anakku yang lain sudah mampu membaca Al-Qur’an. Bahkan bisa diblang lebih lancar daripadaku. Baru kira-kira selatah menikmati ubi rebus dan secangkir teh hangat sebagai sarapan pagi. Aku akan balas dendam setelah tadi malam mabating tulang-tulangku.
Aku bangun dari dormansiku ketika adzan dzuhur berkumandang. Jadi tak lebih dari lima jam kuhabiskan untuk tidur. Bukankah itu ciri-ciri dari orang – orang sukses? . Entahlah aku tak terlalu paham. Aku hanya mendengarnya saat khotbah sholat jum’at di masjid kompleks elit itu.
“ Rondenya sudah matang mak”. Aku bertanya kepada istriku.
“ Belum Pak, tapi tinggal sedikit lagi. Ya kira-kira semperempat lagilah”. Jawabnya sambil terbatuk-batuk karena semburan asap dari kompor kayu.
“ Yaudah sini mak, biar aku yang menyelesaikan ja mak. Kamu siapin makan siang aja buat anak-anak.”
“ Ya pak.” Sahutnya sambil mulai menyiapkan sarapan siang untuk anak-anak.
Jam lima semuanya sudah siap untuk dijual. Aku pun juga sudah siap untuk mulai bekerja lagi. Ku tata rapi semuanya. Setelah kurasa sudah terlihat beres semuanya. Aku segera berpamitan dengan istriku. Hampir semua anakku tidak ada di rumah sekitaran jam segini. A
Aku menagayuh sepedah ku pelan. Ku pukul mangkuk sebagai tanda kehadiranku. Kususuri dari pekampungan ke perkampungan. Dari perumahan elit satu hingga perumahan elit lainnya. Beberapa orang hanya berlalu lalang tapi tak membali. Beberapa orang lainnya mencegat dan membeli rondeku. Belum bisa dikatakan laris. Namun tak mengecewakan pula.
Saat sepertinya langit mulai meredup. Aku mulai mempercepat ayuhan gerobakku. Aku ingin segera mencari sebuah masjid terdekat. Tidak terlalu sulit untuk menemukannnya karena aku sudah cukup menguasai daerah ini di luar kepalaku. Walau harus mengayuhnya dengan kecapatan tinggi. Dan harus memohon maaf pada para pembeli karena harus menolak ketika mereka membeli. Karena aku takut kehilangan untuk sholat berjamaah dan tepat waktu.
Setelah sholat Magrhib aku aku tak langsung melanjutkan perjalanan. Aku melanjutkan bertilawah sembari menunggu sholat ishak. Banyak orang bilang mana mungkin aku bisa dapat untung dengan cara berjualan seperti ini. Dan aku selalu menjawab bahwa rezekiku ada yang punya. Alloh tak pernah tertidur. Alloh akan memberikan rezeki tanpa harus menjauhkan hambanya dari ibadah-ibadah untuk menyembahnya.
Baru setelah ishak aku mulai berjualan lagi. Sama. Begitu setiap harinya. Aku menjalaninya tanpa terbebani. Aku mampu mencari nafkah tanpa aku harus mengorabankan ibadah-ibadahku. Aku mampu mencari nafkah tanpa harus menjadi budak uang, komersil dan niat memperkaya duniaku. Aku ingin selalu mensyukuri ini. selalu. Nikmat ini yang akan selalu ku syukuri.
Finishing, 25 Oktober 2009
07.00 Wib. Di Rumah Cahaya.
Merasa tergugah melihat gerobak penjual ronde

Tidak ada komentar:

Posting Komentar